Siapa yang berani menyalahkan Evan Williams. Seoran konglomerat yang telah mendirikan beberapa usaha. Dua di antaranya yang paling terkenal adalah Blogger sebelum dibeli oleh Google dan Twitter. Para konglomerat yang telah menggelontorkan ratusan dolar pun tak sanggup menyalahkan Williams.
Ia masih belia. Usianya baru 37 tahun. Sejarah Internet sudah dua kali menulis namanya dengan tinta emas. Dialah penemu istilah “blogger” sekaligus pencipta situs Blogger.com–yang akhirnya dibeli oleh Google. Dia pula peletak fondasi situs mikroblog, yang cuma mengandalkan komunikasi dengan 140 huruf, yakni Twitter.
Sudah tiga tahun, sejak Williams dan Biz Stone mendirikan Twitter pada 2006, Twitter belum mencetak uang. Tapi itu tak membuatnya panik setitik pun. Malah banyak orang yang memanfaatkan twitter lebih dulu untuk mencetak uang seperti digital agency Indonesia dengan bisnis dunia online nya.
“Ini menggelikan,” kata William dengan tawa renyah. “Semua orang bertanya, bisnis macam apa ini.” Tiga tahun bekerja, tiga tahun menyedot perhatian puluhan juta pengguna, tapi mereka tak mendapatkan uang. Kalau orang Betawi melihat bisnis dua lelaki yang tak lulus kuliah itu pasti geleng-geleng dan berkata. “Bahkan jualan sapi pun lebih jelas model bisnisnya.”
Tapi Twitter jelas bukan bisnis ala pedagang sapi. Hari ini memborong sapi, besok atau lusa melegonya. “Mencetak uang bukanlah prioritas tertinggi jika Anda membangun bisnis dengan nilai yang bisa bertahan dalam jangka panjang inilah bisnis yang sesungguhnya,” kata William.
Selama tiga tahun berdiri Twitter lebih terlihat sebagai sensasi kultural ketimbang sebuah bisnis. Twitter telah meraih 55 juta pelanggan. Lima negara terbanyak penggunanya adalah Amerika Serikat, Inggris, Brasil, Spanyol, dan Indonesia. Indonesia termasuk salah satunya cukup mengejutkan.
Prestasi Twitter lebih baik daripada Google pada 1999. Saat ini mereka telah mendapat gerojokan modal US$ 100 juta (Rp 940 miliar). Para pemodal itu ternyata juga tak kalah “gendeng”. Mereka tak meminta Twitter segera untung. “Saya lebih tertarik memikirkan bagaimana kami meraih 100 juta atau lebih pelanggan ketimbang berpikir cara mendapatkan uang,” kata Fred Wilson, pemilik Union Square Ventura, sekaligus pendukung pertama Twitter. Wow, betapa nikmatnya.
Mengapa di Indonesia tak banyak orang “gendeng” yang berani membiayai inventor-inventor belia seperti di Negeri Abang Sam sono, ya? Seandainya di Indonesia ada orang seperti Fred Wilson ataupun pemodal-pemodal yang membiayai Bill Gates atau Steve Jobs, Indonesia tak akan cuma jadi “target pasar” inovasi seperti Microsoft, Facebook, dan Twitter. Situs koprol.com mungkin bisa seterkenal Twitter. Pesta Blogger 2009 akan penuh anak-anak muda dengan otak brilian.
Sama halnya dengan google yang memulai ide brilliant dengan cara menyediakan jasa periklanan di google yang dinamakan Google adwords advertising.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar